GLOBALMEDAN.COM, MEDAN- Terinspirasi dengan peringatan dari Presiden Jokowi pada pembukaan KTT G 20 di Bali untuk tidak sepele dalam penanganan pupuk, hal itu hendaknya mengilhami PT Pupuk Indonesia untuk terus mendukung produktivitas pertanian melalui penyediaan pupuk sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani.
Pasalnya ketersediaan pupuk subsidi sampai saat ini masih menjadi permasalahan di Indonesia. Kondisi itu terjadi akibat aksi para mafia pupuk yang masif sehingga merusak regulasi dalam menopang ketahanan pangan nasional.
Modus kejahatan pangan tersebut dilakukan para mafia dengan menggunakan berbagai cara yang rapi dan terstruktur. Mulai dari pengadaan dan pendataan hingga di jalur distribusi dan mekanisme harga pasar. Dan ironisnya untuk memuluskan aksinya itu diduga mereka bekerja sama dengan oknum pejabat terkait termasuk dari aparat keamanan.
Aksi para mafia itu sudah tentu sangat meresahkan dan mengganggu petani dalam meningkatkan hasil pangan, sehingga berimbas berkurangnya produksi.
Jadi tidak heran masih banyak aduan masyarakat karena sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi. Beda halnya dengan pupuk komersil yang mudah diperoleh namun harus membayar dengan harga yang sangat mahal.
Seperti diungkapkan R br Sebayang, warga Pasar 7 Tanjung Morawa, Deliserdang pada Senin (21/11/2022). Beliau mengatakan meskipun harga pupuk bersubsidi murah sekira Rp 150.000 per karung, namun sangat sulit mendapatkannya akibat langka.
Sedangkan pupuk non subsidi banyak yang menjual akan tetapi harganya sangat mahal mencapai Rp Rp 500 ribuan per karung. Harga itu sudah tentu tidak terjangkau petani karena sangat memberatkan mereka.
Ibu beranak 4 ini mengaku kesulitan untuk memenuhi biaya pupuk sawahnya, sedangkan suaminya kerja sebagai buruh di pabrik. Dan karena tidak punya uang untuk beli pupuk non subsidi terpaksa membeli dengan cara ketengan. Sebab jika tidak dipupuk, maka resikonya mengalami penurunan produksi.
Bila mengacu pada data Kementerian Pertanian bersama Badan Pusas Statistik, tercatat hasil survey cadangan beras nasional pada 2019 hinggga Juni 2022, Indonesia surplus. Produksi beras nasional pada 2019 mencapai 31,31 juta ton, meningkat di 2020 menjadi 31,36 juta ton dan pada 2021 sebesar 31,33 juta ton.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah menyebutkan, hasil survey cadangan beras nasional 2022 telah mengkorfirmasi posisi surplus beras periode 2019 sampai Juni 2022 dengan menggunakan survei Kerangka Sampel Area atau KSA BPS.
Hasil survey tersebut mencatat stok beras mencukupi dan akan terus bertambah seiring dengan adanya panen tiap bulan hingga akhir Desember 2022. Dengan demikian dalam periode kepemimpinan Presiden Jokowi, sesungguhnya Indonesia swasembada beras.
Artinya Indonesia masih jauh dari ancaman krisis pangan. Meski pun demikian Presiden Jokowi tetap meminta para pemangku kebijakan yang berkaitan dengan pertanian tidak lengah, mengingat ada 48 negara berkembang akan menghadapi kondisi serius di tengah ancaman krisis pangan.
Salah satu sektor yang Presiden tekankan pada pembukaan KTT G20 di Bali ialah soal ketersediaan pupuk. Pasalnya menjaga ketersediaan pupuk menjadi sangat penting karena keberadaannya berkaitan dengan produktivitas.
Karena itu Presiden Jokowi mengingatkan masalah pupuk jangan disepelekan. Sebab jika kita tidak segera mengambil langkah agar ketersediaan pupuk tercukupi dan harga yang terjangkau maka pada 2023 akan jadi tahun yang lebih suram.
Jokowi khawatir bahwa dunia masih diselimuti awan gelap pada 2023. Bahkan, kondisinya bisa lebih suram dari tahun ini di tengah ancaman krisis pupuk.
Menurutnya, dunia masih menghadapi berbagai tantangan luar biasa seperti pandemi covid-19 yang belum usai, hingga perang Rusia ke Ukraina yang berkepanjangan yang berpotensi mempengaruhi kelangkaan beras di Indonesia mengingat kedua negara tersebut kunci dalam rantai pasok pangan global, sehingga bisa mengakibatkan berbagai krisis baik energi, pangan sampai keuangan.
Dikaitkan dengan anacaman krisis pangan, Presiden Jokowi menegaskan ketersediaan pupuk menjadi sangat penting untuk petani agar bisa berproduksi dengan baik. Jika tidak ada langkah kongkrit dalam mengatasi kelangkaan pupuk, bisa berakibat buruk pada ketahanan pangan. Padahal ketahanan pangan adalah bagian penting dari ketahanan nasional.
Petugas sedang mendata persedian pupuk bersubsidi di gudang produsen di Simalungun, Sumut
Pupuk Bersubsidi
Memang, kecuali menghadapi persoalan makin berkurangnya luas areal persawahan sebanyak 650 ribu hektare setiap tahunnya sebagai akibat alih fungsi lahan, dari lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, pabrik dan lahan sawit sebagaimana yang dinyatakan pihak Kementerian Pertanian, permasalahan ketahanan pangan yang tak kalah penting dan peliknya saat ini ialah soal ketersediaan pupuk bersubsidi dan harganya.
Dengan demikian apa yang disampaikan Jokowi terkait masalah pupuk menjadi sangat relevan dengan persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi yang bertahun-tahun dihadapi para petani.
Kelangkaan pupuk yang diributkan selama ini bukan cuma belum maksimalnya volume produksi, tapi juga terlebih-lebih pada soal pendistribusian. Yakni kepastian pupuk bersubsidi tersebut tidak sampai kepada yang berhak menerimannya.
Banyak pihak yang menangkap frase dibalik kata “sepele” terkait pupuk yang disampaikan Presiden Jokowi pada pembukaan G20 tersebut, merupakan ungkapan kekesalan beliau atas tidak tuntas-tuntasnya penanganan persoalan pupuk di negeri ini.
Kekesalan atas kusutnya penangan pupuk bersubsidi bukan kali pertama disampaikan Jokowi. Sebelumnya pun kekesalan serupa sudah pernah beliau sampaikan saat kunjungan kerja di NTT pada 12 Januari 2021.
Presiden merasa program pupuk bersubsidi yang melibatkan banyak pihak selama ini tidak memberikan hasil dan perlu dievaluasi. Padahal, katanya, dalam 6 tahun terakhir tidak kurang dari 24 triliun per tahun APBN telah digelontorkan untuk membiayai program pupuk bersubsidi.
Anggaran pupuk bersubsidi pada 2021 mencapai Rp25,2 triliun untuk volume pupuk sebanyak 7,2 juta ton. Namun demikian kebijakan itu dinilai belum memberikan hasil yang setimpal. Demikian pula pada 2022 pemerintah melalui Kementan mengalokasikan anggaran subsidi pupuk sebesar lebih dari Rp25 triliun.
Kita bisa memahami kekesalan Presiden tersebut, mengingat program subsidi pupuk bagi petani merupakan salah satu ujud kepedulian pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan di kalangan petani.
Program pupuk bersubsidi adalah salah satu jalan membantu meringankan biaya produksi. Subsidi atas pupuk juga untuk merespons kecenderungan kenaikan harga pupuk di pasar internasional dalam upaya mencegah penurunan tingkat keuntungan usaha tani.
Selain juga bertujuan untuk memenuhi enam prinsip dalam penyaluran pupuk, yaitu tepat jenis, tepat harga, tepat waktu, tepat tempat, tepat jumlah dan tepat mutu. Subsidi pupuk diharapkan dapat meningkatkan produktifitas pertanian dan kesejahteraan petani.
Bila petani mendapatkan kesejahteraan dari hasil pertaniannya, itu akan mencegah terjadinya alih fungsi lahan. Dengan demikian regulasi yang mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 41 Tahun 2009, tidak cuma jadi macan kertas.
Mafia Pupuk
Upaya yang harus dicermati dalam mengatasi terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi menahun di negeri ini adalah dengan memetakan terlebih dulu agar persoalannya jernih dan solusinya tepat.
Sebab, pernyataan yang tidak sinkron dengan situasi di lapangan yang disampaikan pihak-pihak berkaitan dengan pupuk bersubsidi selama ini terkesan saling menyalahkan. Seakan tidak kordinasi dan kerjasama. Ujung-ujungnya petani juga yang menanggungkan akibatnya.
Berdasarkan data dari instansi terkait dan fakta-fakta di lapangan yang bersumber dari media massa, ada tiga faktor yang menjadi penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi di lapangan.
Pertama, terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menggelontorkan dana bagi pengguna pupuk bersubsidi. Pemerintaah hingga kini baru menyanggupi mensubsidi pupuk sebanyak 9 juta ton dari 24,3 juta ton kebutuhan petani. Artinya terjadi kekurangan hingga 15 juta ton.
Kedua, data jumlah petani yang disusulkan mendapatkan pupuk bersubsidi tidak sesuai dengan jumlah di lapangan. Sebagaimana diketahui bahwa petani yang berhak mendapatkan pupuk subsidi yakni petani yang memiliki luas kurang dari 2 hektare.
Namun, hingga kini jumlah petani yang baru terdaftar dalam sistem Elektronik Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok atau e-RDKK dan mendapatkan pupuk bersubsidi 16 juta petani. Artinya masih ada sekira 5 jutaan lagi petani yang tidak masuk dalam e-RDKK. Itu jumlah yang tidak sedikit. Jumlah itu berpengaruh secara signifikan terhadap produksi beras.
Adanya ketidaksinkronan antara data di lapangan dengan data yang dilaporkan diduga merupakan ekses dari lemahnya kordinasi antar instansi terkait atas tata kelola pupuk bersubsidi selama ini.
Ini memperkuat kesimpulaan atas telaah awal tata kelola pupuk bersubsidi yang dilakukan Ombudsman RI pada April 2021. Dimana berdasarkan hasil telaah deteksi awal dan penelusuran informasi, terdapat lima tipologi masalah dan hambatan dalam tata kelola program pupuk bersubsidi. Seperti, sasaran petani/kelompok tani penerima pupuk bersubsidi, akurasi data penerima pupuk bersubsidi, mekanisme distribusi, efektifitas penyaluran serta mekanisme pengawasan distribusi dan penyaluran.
Kelima permasalahan tersebut menurut Ombudsman berpotensi memunculkan berbagai masalah yang bermuara pada kelangkaan pupuk di lapangan. Mulai dari maladministratif, yakni yang berkenaan dengan kriteria penerima pupuk bersubsidi, ketidakakurasian data, karena tidak lakukan up datesisasi, terbatasnya akses bagi petani.
Kemudian terjadinya permasalahan transparansi proses penunjukan distributor dan pengecer resmi, mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi yang belum selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik, mekanisme pengawasan belum efektif sehingga berbagai penyelewengan dalam penyaluran masih terjadi.
Ketiga, banyaknya ditemukan kasus penyelewengan pupuk bersubsidi, dengan modus operandi tertentu yang ditemukan di sentra pertanian adalah fakta yang tak terbantahkan yang berkontribusi besar atas kelangkaan pupuk bersubsidi selama ini.
Semua itu tidak terlepas dari lemahnya pengawasan atas tata kelola pupuk bersubsidi. Dan oleh oknum-oknum bermoral hazard, kelemahan di bidang pengawasan tersebut dimanfaatkan mereka mengeruk keuntungan.
Beberapa modus operandi yang lajim dilakukan ialah seperti pengoplosan, penggantian kantong pupuk bersubsidi dengan kantong pupuk non subsidi, pemalsuan dokumen pupuk, menaikkan harga pupuk, memalsukan nama petani penerima pupuk bersubsidi hingga menggelembungkan jumlah penerima pupuk bersubsidi
Di Tangerang misalnya, Satgas Pangan Polri mengungkap praktik mafia pupuk dengan alokasi 500 ton di Kabupaten Tangerang, Banten. Pelaku menggunakan nama petani yang sudah meninggal untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Ditaksir, kerugian negara mencapai Rp 30 miliar.
Untuk mengungkap kasus tersebut tim Tindak Pidana Ekonomi Khusus atau Dirtipideksus Bareskrim melakukan penyamaran untuk membeli pupuk bersubsidi di kios pupuk.
Dari situ diperoleh fakta bahwa pemilik kios menjual pupuk bersubsidi ke konsumen yang tidak terdaftar di elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok tani atau eRDKK. Harga jualnya di atas harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi.
Sebagaimana diketahui, HET pupuk bersubsidi Rp 2.250 per kilogram. Pelaku menjual dengan harga Rp 2.800 hingga Rp 4.000 per kilogram untuk pupuk urea. Sementara harga pupuk urea tidak bersubsidi Rp 12.000, sehingga terdapat selisih harga Rp 9.750 antara pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi.
Dengan alokasi pupuk bersubsidi 500 ton dan beroperasi sejak 2020, petugas memprediksi mafia pupuk tersebut merugikan negara Rp 30 miliar. Petani juga dirugikan karena tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi.
Besarnya selisih harga tersebut tentu sangat menggoda untuk “dimainkan” karena sangat menjanjikan keuntungan besar. Diduga motif inilah yang mengundang para mafia bermain pupuk memanfaatkan kelemahan tata kelola pupuk bersubsidi.
Para mafia tersebut memposisikan diri sebagai agen menghubungkan antara pemasok dan penadah. Pemasok dalam hal ini bisa siapa saja. Siapa saja yang terlibat dalam tata kelola pupuk bersubsidi hulu dan hilir. Sedangkan penadah banyak pihak menenggarai melibatkan pemilik-pemilik perkebunan besar dan perkebunan-perkebunan plat merah.
Bicara tentang pupuk bersubsidi, sesungguhnya kita sedang bicara tentang ketahanan nasional. Pasalnya, ketahanan pangan bersentuhan langsung dengan ketahanan nasional. Karena itu harus ada upaya dari pemerintah menindak secara tegas dan keras praktek mafia pupuk bersubsidi.
Caranya ialah mengkategorikan kejahatan mafia pupuk bersubsidi sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime. Pasalnya kejahatan tersebut secara langsung telah mensabotase program ketahanan pangan nasional. Dengan demikian aparat hukum bisa menjatuhi mereka hukuman seberat-beratnya.
Tindakan tegas terhadap mafia pupuk itu juga disampaikan Kementerian Pertanian dan mendukung langkah konkret multi pihak dalam pengaturan tata kelola pupuk bersubsidi, termasuk dalam pengawasan dan penindakan hukum dengan melibatkan kepolisian, TNI maupun kejaksaan untuk mengungkap kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi dan menghukum dengan berat-beratnya sebagai bentuk efek jera, bahkan terhadap oknum sekalipun yang menyalahgunakan pupuk subsidi.
Seperti diketahui, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 merupakan langkah strategis pemerintah yang diambil untuk mengoptimalkan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, agar mampu mendorong optimalisasi hasil pertanian, menjaga ketahanan pangan, dan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia.
Langkah dan kebijakan ini juga diambil agar produk hasil pertanian Indonesia terutama yang memiliki kontribusi terhadap inflasi bisa terus terjaga.
Pupuk bersubsidi diperuntukan bagi 9 komoditas pangan pokok dan strategis yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao yang diharapkan bisa mendukung terwujudnya ketahanan pangan nasional yang lebih baik di masa depan.
Pemerintah juga diharapkan melakukan upaya untuk memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi melalui digitalisasi dalam pendistribusian dan penebusan pupuk bersubsidi serta penyusunan data penerima subsidi pupuk agar lebih tepat sasaran.
Dengan demikian akan tercipta pembangunan ekonomi di sektor pertanian yang lebih inovatif dan adaptif terhadap kemajuan teknologi.
Dengan adanya pembenahan tata kelola pupuk subsidi yang baik bisa menjadi upaya membebaskan dari mafia pupuk, sehingga PT Pupuk Indonesia diyakini akan mampu menopang ketahanan pangan nasional. Sebab ketahanan pangan itu adalah kekuatan Negara dan Bangsa serta syarat mutlak pembanguan nasional dalam mensejahterakan masyarakat dan para petani dalam mewujudkan kemakmuran bersama di negeri tercinta, Indonesia
Pada perhelatan akbar KTT G20 di Bali salahsatu topik pembahasannya adalah kondisi ekonomi global yang juga mencakup ketahanan pangan. Dengan pertemuan tersebut menjadi momentum menjaga sekaligus meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Keketuaan Indonesia dalam G20 diyakini dapat membawa optimisme akan solusi konkret menghadapi permasalahan global yang melanda negara-negara di belahan dunia, untuk tetap bertahan di tengah badai global yang masih mengancam pertumbuhan ekonomi, harga-harga komoditas internasional, ketahanan pangan dan energi yang memerlukan mitigasi bersama, akibat ketidakpastian dan diperparah konflik Rusia-Ukraina yang belum menunjukan tanda-tanda kapan akan berakhir.
Pada perjamuan G20 itu juga memberikan peran strategis Indonesia dengan ketangguhannya secara empiris telah dibuktikan dengan kemampuan melewati berbagai krisis seperti krisis ekonomi 1998, krisis Covid-19, serta menggerakan ekonomi produktif kerakyatan UMKM, kerja sama yang solid dan kolaborasi antar sektor publik dan privat diharapkan dapat menjadi best practise menavigasi krisis.
Selain itu juga menguatkan kebijakan pemerintah untuk menjaga inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang telah terbukti tangguh melewati badai dan mendapatkan pengakuan internasional. ( swisma)