MEDAN-Empat terdakwa perkara penambangan emas ilegal di bantaran Sungai Batang Natal di Desa Jambur dan Desa Bangkelang, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) masing-masing dituntut 12 bulan penjara, Selasa (4/4/2023).
Dalam persidangan itu, para terdakwa yang dihadirkan secara Daring di ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan yakni Wahyu Adi, Yuniar Ibrahim selaku Manager Kegiatan Pertambangan PT Prima Energi Mineralindo (PEM) di Jakarta, Syamsir Nasution selaku pemilik lahan warisan, Aso sebagai mandor serta Hilman Lubis sebagai operator excavator.
Selain itu, JPU pada Kejati Sumut Randi H Tambunan juga menuntut keempat terdakwa agar dipidana denda masing-masing Rp10 juta subsidair (bila denda tidak dibayar, diganti dengan kurungan) selama 1 bulan.
“Perbuatan terdakwa terbukti melanggar pidana Pasal 158 UU RI No 3 Tahun 2020 Perubahan Atas UU RI No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.”sebut JPU Randi.
Menurut JPU, hal memberatkan, perbuatan para terdakwa merugikan negara. “Sedangkan yang meringankan, terdakwa bersikap jujur dan sopan dalam persidangan,” bilang Randi.
Usai mendengarkan tuntutan JPU, Majelis Hakim diketuai Fauzul melanjutkan persidangan pekan depan guna mendengarkan nota pembelaan (Pledoi) dari keempat terdakwa melalui penasihat hukum ke 4 terdakwa.
Dalam dakwaan diuraikan, Rabu (5/10/2022) lalu terdakwa Wahyu Adi Yuniar Ibrahim selaku Manajer Kegiatan Pertambangan berdasarkan surat tugas yang ditandatangani Dr Minardi Pujaya selaku Direktur PT PEM di Jakarta melakukan kesepakatan kerjasama.
Dimana lahan atau tanah itu adalah tanah warisan milik terdakwa Syamsir Nasution yang terletak di bantaran Sungai Batang Natal di Desa Jambur Desa Bangkelang, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sebagai lokasi kegiatan penambangan emas PT PEM seluas ± 0,5 Ha hektar.
Dengan kesepakatan terdakwa mendapatkan 15 persen dari hasil penambangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang tersebut. Sejak, Minggu (13/11/2022) PT PEM melakukan aktivitas.
Dengan cara pengerukan tanah menggunakan ekskavator kemudian material yang dikeruk disiram dengan air dan selanjutnya material tersebut dimasukkan ke boks sehingga batuan akan terpisah dengan butiran pasir.
Selanjutnya butiran pasir dan butiran emas tersebut akan menyangkut di karpet (bagian dari boks). Karpet tempat menempelnya butiran pasir dan emas kemudian dilepaskan dari boks untuk didulang menggunakan alat memisahkan emas dari butiran pasir.
Wahyu Adi Yuniar Ibrahim selaku manager perusahaan mempekerjakan 2 orang yakni saksi Aso sebagai mandor dengan upah (gaji) sebesar Rp3 juta per bulan dan Hilman Lubis sebagai operator excavator dengan upah Rp300.000 per hari dengan sistem penggajian sekali dalam seminggu.
Sedangkan Ali Ansar Nasution dan Zul Nasution sebagai karyawan Asbok dan mendulang serta pengoperasian mesin dengan perjanjian gaji sebesar Rp100.000 per hari yang dibayarkan Wahyu Adi Yuniar Ibrahim.
Sejak dilakukannya kegiatan penambangan tersebut jumlah emas yang diperoleh sebanyak 0,7 gram dan emas tersebut ada pada Supriadi.
Belakangan diketahui, terdakwa Samsir Nasution selaku pemilik lahan dan usaha penambangan emas tersebut, tidak memiliki izin baik dari Pemerintah Pusat maupun yang didelegasikan ke Pemerintah Provinsi.
Bahwa berdasarkan keterangan Posma Ranto Siagian, ahli dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, kegiatan penambangan emas yang dikelola Wahyu Adi Yuniar Ibrahim, belum memiliki Izin Usaha Pertambangan..
Izin yang seharusnya dimiliki oleh terdakwa maupun PT PEM adalah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Komoditas Mineral Logam atau emas. (esa)