MEDAN – Aktivis 98 M Taufik Umar Dani Harahap menilai dinasti politik menjadi persoalan ketika dinasti politik tersebut membajak dan membonsai demokrasi, khususnya untuk negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Bukan hanya itu saja, politik dinasti saat berkuasa dan untuk mempertahankan kekuasaannya memberlakukan aturan main tertutup atau close game,” jelasnya dalam kegiatan diskusi “Democration Talk, Kaum Milenial: Merawat Demokrasi, Menolak Politik Dinasti” di Qahwa Coffee Shop and Entertain Jalan Durung, Kec. Medan Tembung, Selasa (5/12/2023) sore.
Taufik menuturkan, politik dinasti perlu dicurigai. Biasanya mereka yang melakukan politik dinasti itu korupsi. Karena itu perampokan aset negara.
Lebih lanjut, Taufik juga bilang, demokrasi merupakan sistim memberlakukan dan membuat sistim yang sesuai kompetensinya dan bukan didesain tiba-tiba. Ini terjadi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.
“Anaknya, Gibran Rakabuming terjun ke dunia politik, menjadi Walikota Solo, kini Cawapresnya Prabowo Subianto. Menantunya, Bobby Nasution, adalah Walikota Medan,” ujarnya.
Lalu adik Ipar Presiden Jokowi, lanjutnya, adalah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, yang meloloskan sebagian gugatan batas usia capres-cawapres.
“Kita punya 278 juta jiwa, 17 ribu pulau di Indonesia. Itu artinya mengurus Indonesia yang besar memerlukan otak.. Politik dinasti pasti mengabaikan itu,” tegasnya.
Menurutnya, banyak kasus di Indonesia, karena demokrasi elektoral hanya sekedar formalitas. Hal itu terjadi karena semua kekuatan politik dikendalikan, media massa dilemahkan, dan civil society dikooptasi. Politik dinasti juga menguasai sumber daya ekonomi dan bahkan koruptif.
“Kalau di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tidak menunjukkan hal yang positif. Itu karena prosesnya membajak demokrasi dan ketika berkuasa mereka koruptif,” tuturnya.
Taufik menyebut negara-negara maju juga ada politik dinasti yang melalui proses sesuai dengan prosedur demokrasi.
Tidak ujung-ujung berkuasa, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui melalui pengkaderan dan rekrutmen politik yang sama seperti kader yang lain.
“Mereka juga memiliki kualifikasi dan kapasitas yang baik sehingga ketika berkuasa juga berhasil dengan baik, tidak koruptif. Jika gagal, publik tidak akan memilihnya kembali, ada punishment,” sambungnya.
Taufik menilai jika kondisi politik dinasti berlanjut, bukan tidak mungkin demokrasi akan meradang.
“Untuk proyeksi ke depan, jika politik dinasti tetap bercokol dan menang dalam pemilu, demokrasi Indonesia akan terancam. Sekarang saja demokrasi Indonesia mengalami kemunduran, apalagi nanti jika yang berkuasa dinasti politik,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum GMNI Cabang Medan Ramot Josua Simarmata menuturkan, berpolitik itu punya etika. Namun, hal ini malah sedang dipertontonkan seluruh Indonesia.
“Kita sepakat untuk menolak politik dinasti. Presiden Jokowi tidak patut membuat semuanya itu dengan merubah undang-undang hanya untuk kepuasaan nafsu belaka,” bebernya.
Ramot juga berharap konstitusi harus dijaga baik secara umum maupun pribadi. Jika tidak, banyak hal-hal tak diinginkan bakal terjadi di masa mendatang.
“Kita akan mengawal konstitusi agar tidak terjadi hal-hal seperti ini lagi. Kalau tidak, kita tidak tahu bakal gimana memperbaikinya nanti,” tukasnya.
Kegiatan Democration Talk, Kaum Milenial: Merawat Demokrasi, Menolak “Politik Dinasti” ini dihadiri ratusan mahasiswa dari UINSU (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Unimed dan Universitas Medan Area (UMA). (Red/as)