MEDAN– Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam siaran persnya dilansir, Jumat (8/9/2023) mengatakan divergensi perekonomian global masih berlanjut dengan ekonomi AS yang resilien di tengah inflasi inti yang terus menurun.
Resiliensi ekonomi tersebut meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed lebih hawkish.
Di Eropa, pertumbuhan ekonomi kembali turun menjadi 0,6 persen yoy pada triwulan II 2023 dari 1,1 persen yoy pada triwulan sebelumnya, sementara inflasi inti masih persisten tinggi.
Di sisi lain, momentum pemulihan ekonomi Tiongkok semakin termoderasi.
Indikator-indikator ekonomi Tiongkok tercatat di bawah ekspektasi dengan inflasi yang masuk ke zona deflasi dan kinerja eksternal yang terkontraksi.
Selain itu, tekanan pada sektor properti di Tiongkok kembali meningkat seiring munculnya permasalahan pada beberapa pengembang properti besar.
Di domestik, ekonomi Indonesia tumbuh positif pada triwulan II 2023 yaitu sebesar 5,17 persen yoy, naik dari triwulan sebelumnya sebesar 5,04 persen yoy, didorong kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang baik.
Namun demikian, perlu dicermati kecenderungan pelemahan indikator terkini seiring dengan perkembangan optimisme konsumen, tren penurunan inflasi inti, dan berlanjutnya penurunan harga komoditas yang menekan kinerja eksternal Indonesia.
Dinamika perekonomian tersebut mendorong pelemahan pasar keuangan global baik di pasar saham, pasar surat utang, maupun pasar nilai tukar.
selian itu juga disertai terjadinya peningkatan volatilitas pasar dan terjadinya outflow dari mayoritas pasar keuangan emerging markets, termasuk pasar keuangan Indonesia.
Perbankan
Mahendra menjelaskan, di tengah volatilitas pasar keuangan serta perekonomian Eropa dan Tiongkok yang cenderung melemah, sektor perbankan Indonesia tetap resilien dengan fungsi intermediasi yang terjaga dan permodalan yang kuat.
Pada Juli 2023, kredit tumbuh sebesar 8,54 persen yoy (Juni 2023: 7,76 persen yoy) menjadi Rp6.686 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 11,15 persen yoy.
Per jenis kepemilikan, pertumbuhan kredit Bank BUMN tumbuh tertinggi yaitu sebesar 9,81 persen yoy.
Secara tahunan, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juli 2023 menjadi 6,62 persen yoy (Juni 2023: 5,79 persen yoy) atau menjadi sebesar Rp8.064 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada Giro sebesar 10,92 persen yoy.
“OJK mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas,” sebut Mahendra.
Mahendra menjelaskan, likuiditas industri perbankan pada Juli 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga.
Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) turun masing-masing menjadi 118,37 persen (Juni 2023: 119,05 persen) dan 26,57 persen (Juni 2023: 26,73 persen), tetap jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,80 persen (Juni 2023: 0,77 persen) dan NPL gross sebesar 2,51 persen (Juni 2023: 2,44 persen).
Sementara, pemulihan yang terus berlanjut di sektor riil mendorong penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp21,91 triliun menjadi Rp339,13 triliun (Juni 2023: Rp361,04 triliun), dengan jumlah nasabah turun 90 ribu menjadi 1,48 juta nasabah (Juni 2023: 1,57 juta nasabah).
Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi juga mendorong penurunan Loan at Risk menjadi 12,59 persen (Juni 2023: 13,17 persen).
Adapun jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 yang bersifat targeted (segmen, sektor, industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama satu tahun sampai 31 Maret 2024) adalah 45,5 persen dari total porsi kredit restrukturisasi Covid-19 atau sebesar Rp154,3 triliun.
Sementara, risiko pasar juga relatif rendah ditinjau dari Posisi Devisa Neto (PDN) tercatat stabil rendah sebesar 1,75 persen (Juni 2023: 1,50 persen), jauh di bawah threshold 20 persen.
Selanjutnya, risiko yang terkait dengan suku bunga tetap terkendali dengan melandainya inflasi domestik sehingga tingkat suku bunga relatif stabil.
Untuk mengantisipasi potensi risiko yang mungkin timbul ke depan, kondisi industri perbankan tercatat resilien dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) industri Perbankan sebesar 27,46 persen. ( swisma)